Sabtu, 28 Maret 2009

Pangandaran

Rasanya kalau sekolah dan waktunya ada, tepat  sekali melaksanakan hal yang kita kenal dengan LIBURAN. Begitu  juga dengan yang akan dilakukan oleh anak-anak iesp b 2005 yang sedang merencanakan liburannya. Dari hasil pertemuan yang dilakukan di kost saudara herdis, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa liburan kita yang nantinya akan dilaksanakan pada tanggal 9-10 Mei ke sebuah objek wisata di Jawa Barat (luar biasa banget, perjalanan dari sebuah Kampus di Jawa Tengah menuju daerah lain di Jawa Barat, pasti melelahkan) yaitu Pantai Pangandaran. Sebuah daerah yang tentunya tidak asing lagi bagi yang senang melakukan libura ke daerah objek wisata apalagi ditambah dengan keindahan lautnya. Semoga yang direncanakan dapat berjalan dengan lancar. Untuk info lebih lanjutnya, nanti ada pengumuman lagi. Makasih.

Minggu, 15 Februari 2009

KKN&Liburan

Akhirnya, liburan utama datang juga yang ditunggu-tunggu seluruh mahasiswa di UNSOED. Namun tidak tau, apakah semua merasa senang atau malah ada yang "aga" bersediah cz harus menikmati liburan yang cukup lama di tempat KKN. Karena sekaranglah saatnya temen2 kita melaksanakan KKN di berbagai tempat dan mengamalkan segala ilmu dan pengetahuan yang mereka peroleh kepada masyarakat sehingga mendadatangkan manfaat dan dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat.
Mungkin bagi yang lainnya (yang tidak KKN), dapat menikmati nkmatnya liburan yang dijalanu kurang lebih selama 1 bulan. Moga liburan sekarang ini menimbulkan pengalaman dan manfaat baru bagi semuanya sehingga nantinya pada saat kita berkumpul, dapat bertukar cerita dengan yang lainnya.

Kamis, 15 Januari 2009

Liburan ke Dieng


Banyak kesimpulan, tanpa direncanakan, maksud lebih berhasil terjadi seperti harapan. Sebaliknya, yang ditunggu-tunggu melesat tidak karuan. Di sini berlaku hukum kebetulan.

Minggu pagi, berdasarkan jarkom ancag-incig (Humas IESP B, meski kerjanya tanpa digaji, menyebarkan isu penting gak penting), akhirnya kita berangkat ke Wonosobo. Mengikuti gelinding ban sepeda motor yang dikendarai jiwa-jiwa sok tahu pengemudinya. Huahuahuahua…katanya ke Kaligua!!! kok malah Dieng ya???

Melenceng jauh skali kalo dipikir. Kaligua di Brebes, Dieng di Wonosobo.

Sebenernya juga, tujuannya cuma mau ke Banjarnegara. Denger-denger…ada yang mau seserahan, jenguk calon mertua. Hahaha bener gag sih??? Apa cuma mau cari makan gratisan di rumah siapaa gitu..

Tau ah !!!

Yang jelas, Banjarnegara dilewati gitu aja waktu gerombolan unyil ini melewati perbatasan Purbalingga. Beberapa kali rombongan sempet berhenti untuk merumuskan petunjuk gaib, ke arah mana gerangan hendak kita pilih diantara belokkan yang membawa sesat.

Bangsat…

Menyaksikan hal ini, yang dibonceng cubit-cubit kecebong, “Kamu sih !! Tau jalan gak !!”

Ada apa dengan otak kita? Nanti kita tahu di akhir perjalanan.
Sampai jalan Dieng Wonosobo, persimpangan sebelum tanjakan, si guide berhenti. Lagi-lagi petunjuk gaib diminta, tapi kali ini memori Adit yang pernah melancong ke sini lebih cepat ketimbang terawangan Ardila.

Jalan menuju Dieng menanjak berat, menikung tajam dan pasti menurun curam. Hawa dingin dataran tinggi mulai terasa.

Rombongan beriringan, beruntun dengan desing motor bertenaga gigi dua dan satu. Ngos-ngosan, sesekali satu-dua motor mendahului dengan kecepatan gak sabaran. “Cekiiiittt…” kita berhenti dulu, memasuki kawasan Dieng takes picture gateway backround.

Karena gila narsis, mau gak mau ambil pose tengah jalan. Setelah ngerasa puas, kita melaju lagi. Waktu menunjuk pukul 12:35, mesjid Hijau disinggahi untuk sejenak beristirahat dan shalat.

Berarti perjalanan sudah tertempuh selama 3 jam. Tidak lupa sebelum melanjutkan tujuan, kita berpose dengan latar pegunungan dengan rumah-rumah gubuk putih terlihat mencolok. Sulit dibedakan mana kandang ternak, gubuk kebun dan rumah petani. Kecuali yang terlihat mentereng, ya rumah-rumah orang kaya.

Di Indonesia, hampir setiap perjalanan menuju objek wisata alam, akan mudah ditemukan kekhasan tempat tinggal penduduk asli. Mata pencahariannya sebagai petani, baik yang berladang, berkebun, maupun menjadi buruh pada perusahaan perkebunan.

Rumah mereka baru lengkap dengan anggota keluarganya selepas bercocoktanam. Siangnya mereka lebih sering singgah di gubuk ladang. Barangkali di pagi hari hanya diisi anak-anaknya yang masih kecil, yang belum bisa menemani orang tuanya mengurusi sepetak tanah moyangnya secara turun-temurun.

Pungutan mencegat kami di station berlambangkan Kawasan Wisata. Pos karcis bertuliskan sederetan harga pengunjung dan kendaranya berpenjaga tanpa seragam petugas menariki Rp 2.000,00 untuk parkir per motor.

Ndus, kami percaya saja sepuluh ribu perak untuk biaya keamanan motor ntar di lokasi. Tapi kok gag ada karcisnyah??? Paling dikasi leaflet produk makanan khas Wonosobo, DENDENG SAPI. Gambarnya aja sapi lagi berpose berjejer, persis pose kami waktu difoto. Bedanya sapi-sapi itu berekspresi dingin. Tanpa sumringah, tidak banyak tingkah…

Anjriiiitt PUNGLI !!! Pungutan Lieuur…

Biaya yang bikin pusing. Sekelompok calo parkir ternyata masih memunguti dua rebu per kendaraan di setiap lokasi parkir. Anehnya lagi, setelah tiket seharga Rp 12.000,00 dibayar kontan, di lokasi pertama kami disodomi, ehhh disodori tagihan juga. Seikhlasnya, per orang satu karcis dua rebu. Kita bayar Rp 5.000,00, untuk dua setengah karcis. Tapi cuma dua karcis yang dikasih.

Ga apalah… meski kita gak pengin seperti orang buang-buang duit.

Di indonesia, orang berlibur terkesan banyak duit. Sehingga dipalaki dengan cara apapun. Entah sama pemerentahnya, apalagi sama penduduk sekitar. Mungkin yang ada di pikirannya, “Salah siapa foya-foya?? Kami punya tempat, u punya duit!! Pasti duit lu mesti mampir banyak.”

“Salah Bung!!! Kita cuma penat dengan rutinitas kampus…”

Memasuki desa Parikesit, mulai tampak petunjuk jalan ke lokasi situs. Tiket dua belas rebu untuk empat lokasi, hanya kita pakai untuk tiga lokasi saja.

Lokasi pertama Telaga Warna. Konon katanya ada tiga warna tampak di permukaan. Kita menemukan satu warna saja, biru muda. Bau belerang tercium, di pinggir-pinggir kami pun berpose lagi. Kali ini porsi background lebih banyak daripada orangnya. Sayang bau tidak terekam kamera. Sebenernya kami agak tersiksa jika harus jalan muter-muter telaga. Ada beberapa gua yang bisa dilihat kalo muter-muter, gua Jaran, Gua apalagi ya?? Lupa!!!

Trus dari sana, bisa langsung menuju kompleks Plateau Theathre. Heeuumm jauh… Sally bilang, “Ogah ah..”

Cabut dari sana, kita menuju Kawah Sikidang.

Perut udah terasa kencot, tapi pose kami tetep sumringah memasuki kawasan. Lagak kite kayak udah nyampe puncak gunung. Di atas batu runcing bergantian mentrang-mentreng tangan bertopang dada di bawah panas mentari dan panas uap kawah.

Adit lengkapnya Adityo Wahyu Pratomo, si empunya fasilitas kamera paling canggih di handphonenya, menguntit, meneror tingkah laku kita sampe-sampe over acting.

Tita, heueuh Tita Mulyaningsih dengan imut-imut keningnya tetep mengernyit menahan panas. Eris Setiawan dengan posisi tegap, mantan paskibraka ini menyaingi patung candi pindah-pindah lokasi karena dijarah orang. Sally Nur Auliani, hey…Sally si muka cuek kali ini bisa tampil cantik. Tapi entah, pipinya sumringah gitu mungkin pose terbaik. Ternyata harus diberi stimulus bau-bauan, seperti bau belerang dan bau kentut.

Ino alias Wilman San Marino biasanya srungah-srengeh memperhatikan kelakuan AsSDOS kali ini berdamai. Turut acting dengan badan semakin tegap akibat perubahan perilaku hidup dengan porsi fitnes pagi-sore, dan menu 4 sehat 5 tetap makan bakwan kang Eman Burjo Muria.

Dedi si ganteng maut, gak nunjukkin pose aslinya. Seperti biasa, dengan sedikit malu-malu dia bergaya penuh gairah ingin nyemplung ke kawah. Eiiittt… kasian Eta, Nur Etaruni si pasangan setia Adityo ini berpose rame-rame tanpa kekasihnya. Hualah.. yang salah siapa gak mau gantian moto??? Pasti si AsSDOS, kenapa dia diam sribu bahasa??

Berdasarkan kesimpulan gerak-gerik, ternyata dia lagi norak-norakan. Herdis Herdian Nugraha, mahasiswa yang pada awal-awal semester mengalami tekanan batin karena disuruh-suruh anak sekelas jadi kacung dosen. Makanya lebih pas jika dipanggil AsSDOS (Astagfirullah kasian ni Suruhan DOSen).

Ardila yang ngebet banget ke Banjarnegara, dengan setengah ati ceria. Kalo kata Dewa 19 lirik yang pas gini nih, “Di dalam keramaian aku masih merasa sepi… merasa sepi…”

Entah karena apa, yang pasti sayah ikut prihatin!! Jangan-jangan anak-anak nekat nyuruh dia berenang di kawah untuk menguras isi dadanya. Biar ketauan gundahnya, biar sekali saja kita-kita denger dia teriak selain ”AsSDOS… tugas yang mana !!!???”

Sayah, perlu ente-ente tau. Sejak mau masuk kawah pikiran terganggu sama yang namanya PURWACENG. Di pasar setelah parkir, Purwaceng obat kuat tradisional khas Dieng jadi bahan ketawaan. Terpampang tanpa malu di setiap pojok pasar.

Dualah, pikiran sayah ke mana-mana. Untuk daerah dingin seperti ini, dengan kadar hemoglobin orang-orangnya yang tinggi, knapa kreatif sih bikin obat seperti ini??

Pose saya nyengir-nyengir ajah.. hehehe

Terakhir kita ke kompleks Candi Arjuna.

Inget kan… di sana udah sore… jam setengah tiga kawan. Di lokasi candi kami hanya berkeliling melihat-lihat candi. Merampok kembang pesugihan. Trus foto-foto di bawah sinar matahari sore yang hangat.

Selesai shalat kita cabut. Ada isu jalan pintas via Banjarnegara langsung nyampe. Kita gak melakukannya. Takuuut, nyasar bisa-bisa digarong.

Di jalur utama, hujan menjegal niat tulus kami mengisi perut di rumah Sulistyorini. Sasaran gratisan sebelum ke rumah Yogi. Karna saking kencotnya, yo wis kita melaju di bawah guyuran gerimis. Hehehehe

Hujannya gak jelas.

Sampe rumah Rini tepat adzan maghrib waktu setempat. Kita menunggu hidangan utama dengan menghabiskan mendoan dua piring penuh, dua ples gorengan, pisang rebus satu piring dan teh anget masing-masing satu gelas.

Hidangan utama tiba selepas isya…

Diganggu orang yang mengaku Rud Van Nistelroy, adeknya Rini, sayah telat makan gara-gara maen PS. Taunya gitu ni bocah disuruh maen ajah sama Ardyla. Kata Van Nistelroy, mukanya udah kayak stick PS. Hwakakak…

Hyper Active, bocah kelas 5 SD ini penganut pedang pusaka yang diperolehnya dari pedagang jojokan mainan di sekolahnya. Busyeett… ketemu saya hampir ajah dia mau jadi dukun jerawat. Katanya pedang sakti itu bisa nyembuhin jerawat. Ya iya ujang… kalo ditusuk-tusukin jerawat ato bisul pasti bucat.

Nah, kalo kena mata???

Menghindari kekonyolan dukun alih profesi pemain sepak bola Belanda ini, sempet jumpalitan. Gila, ni anak manggil kriwil!! Hahaha… polos banget… bagus!!

Jam delapan lebih lima menitan kita pamitan.

“Trima kasih mau direpotin.. Pak!! Bu!! Rin!! Nistelroy!! Sebenernya kalo kami udah gak punya malu, kami mau ikut nginep juga.. Di luar dingin, udah malem juga…”

sumber: jajang (http://menapakihidup.wordpress.com/)

Kamis, 01 Januari 2009


wah, udah setahun ni tidak ada tulisan baru coz anak-anak pada mudik ke kempung halamannya masing-masing kecuali orang-orang tertentu seperti andre contohnya yang tetap setia menjaga perdamaian dan kedamaian purwokerto........ wah, anak-anak iespb2005 waktu tahun baru pada kemana ya????????????jadi penasaran.........
ada ayang liburan, ada juga yang merenung dan berusaha mengintrospeksi diri setelah melakukan berbagai hal di tahun 2008 agar kedepannya menjadi lebih baik lagi.......
pada intinya, SELAMAT TAHUN BARU 1430 H DAN 2009......
semoga ke depannya menjadi lebih baik bagi semuanya...amin...